Menjelang peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia yang jatuh setiap 17 Agustus, narasi mengenai Soekarno sebagai mandor romusa kembali mengemuka. Foto dan video yang sering beredar di media sosial menunjukkan sosok Soekarno dalam momen tertentu, lengkap dengan pakaian khas yang menjadi ciri khas saat itu.
Sebagian masyarakat merasakan keraguan terhadap keaslian gambar-gambar tersebut, menganggapnya sebagai manipulasi sejarah. Namun, yang mengejutkan, gambar tersebut ternyata benar-benar ada dan diambil dari film propaganda Jepang pada tahun 1944.
Film tersebut dibuat untuk mendukung program romusa, dengan harapan dapat meyakinkan rakyat Indonesia untuk ambil bagian. Soekarno tampil dalam film tersebut bersama Mohammad Hatta dan Adam Malik, yang kelak akan menjadi tokoh penting dalam sejarah Indonesia.
Sejarah Kelam di Balik Program Romusa di Indonesia
Program romusa, yang dikenal sebagai kerja paksa, meninggalkan jejak mengerikan dalam sejarah Indonesia. Para romusa, yang dipaksa bekerja di bawah ancaman, sering kali mengalami penyiksaan dan perlakuan yang tidak manusiawi. Banyak dari mereka yang tidak pulang, dengan angka kematian di lokasi-lokasi seperti Bayah, Lebak, melonjak hingga 90 ribu jiwa.
Akibatnya, banyak pihak menyalahkan Soekarno, menganggapnya sebagai kolaborator Jepang. Tuduhan ini melahirkan persepsi negatif tentang dirinya, terutama dalam konteks perjuangan kemerdekaan yang dicita-citakan banyak orang.
Di tengah polemik tersebut, Soekarno menanggapinya dengan serius. Dalam autobiografinya, ia mengakui perannya dalam program tersebut, tidak menghindar dari tanggung jawab atas keterlibatannya dalam kondisi yang menjijikkan itu.
Keputusan Kontroversial Soekarno dalam Menghadapi Jepang
Dalam bukunya, Soekarno menjelaskan rencananya untuk mendaftarkan para romusa, mengakui bahwa awalnya ia percaya pada janji Jepang akan kehidupan yang lebih baik. Namun, harapan itu hancur saat realitas memperlihatkan bahwa mereka hanya diperlakukan sebagai budak.
Soekarno menggambarkan betapa berat keputusan yang diambilnya untuk bekerjasama dengan Jepang, sebuah langkah yang dianggapnya sebagai pilihan sulit antara melawan atau menghadapi kenyataan pahit. Kerjasama ini dimaksudkan demi mempertahankan cita-cita kemerdekaan jangka panjang Indonesia.
“Rasa mengerikan menyelimuti hati, mudah sekali berkata, ‘aku adalah orang yang mengirim mereka menuju kematian’,” ungkap Soekarno, menunjukkan besarnya beban yang ia tanggung.
Tanggapan Sejarawan Mengenai Kolaborasi Soekarno
Menurut sejarawan John David Legge, pemilihan Soekarno untuk berkolaborasi dengan Jepang dapat dipahami dalam konteks perjuangan politik yang ada pada masa itu. Ia melihat kolaborasi sebagai bagian dari strategi lebih besar untuk mencapai kemerdekaan.
Strategi tersebut meliputi berpura-pura bersahabat untuk mendapatkan dukungan menjelang akhir perang. Namun, Soekarno sadar bahwa tuduhan sebagai kolaborator akan terus ada dan memperburuk citranya di mata publik.
Walaupun demikian, Soekarno tidak menganggap hal itu perlu dibela. Ia percaya bahwa sejarah akan menjelaskan dan mendalami segala tindakannya dengan adil, tanpa perlu berupaya membenarkan diri di hadapan orang lain.
Warisan Sejarah yang Tak Lekang oleh Waktu
Tragedi kerja paksa masal ini, meskipun telah berlalu, tetap membekas dalam ingatan kolektif bangsa Indonesia. Banyak generasi mendatang yang perlu mempelajari dan memahami kisah pahit ini agar tidak terulang kembali.
Bagi banyak orang, Soekarno tetap menjadi tokoh yang kompleks. Di satu sisi, dia dihormati sebagai proklamator kemerdekaan, namun di sisi lain, tindakan dan keputusan yang diambilnya dalam masa sulit memicu perdebatan panjang.
Dalam konteks ini, penting untuk mendekati sejarah dengan kepala dingin dan memahami nuansa yang ada. Setiap keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin bukanlah hal yang mudah, apalagi dalam situasi yang serba tidak menentu seperti waktu itu.