Pemimpin yang memahami dan merasakan penderitaan rakyatnya adalah sosok yang langka. Sejarah mencatat bagaimana Sultan Hamengkubuwana IX rela mengorbankan harta dan kekuasaannya demi kesejahteraan masyarakat di tengah situasi sulit yang melanda tanah air.
Kisah ini terjadi pada tahun 1947, saat Indonesia mengalami periode Agresi Militer oleh Belanda. Dalam keadaan perang, banyak rakyat yang menderita, kehilangan rumah, dan menghadapi kesulitan ekonomi yang mendalam.
Pegawai negeri dan masyarakat umum berada dalam kondisi serba sulit. Ditengah kesulitan, dua pilihan muncul: tetap setia pada Indonesia meski menderita atau beralih menjadi pendukung Belanda demi kehidupan yang lebih baik.
Kepedulian Sultan Terhadap Rakyatnya di Masa Perang
Dalam situasi yang sangat sulit, Sultan Hamengkubuwana IX tergerak untuk membantu rakyatnya. Sebagai seorang pemimpin, beliau memahami betapa beratnya beban yang dipikul masyarakat di saat peperangan. Keputusan untuk memberikan bantuan sangat tepat dan mengukuhkan perannya sebagai penguasa yang peduli.
Sultan pun membuka peti harta keraton, membagikan uang kepada rakyat yang sangat membutuhkan. Pendekatan langsung ini sangat membantu, karena uang gulden Belanda disebarkan dengan cermat oleh beliau dan timnya.
Dalam sebuah wawancara, Sultan mengungkapkan bahwa ia tidak mengingat berapa banyak uang yang telah dibagikan. Ini menunjukkan ketulusan hati beliau yang tidak pernah mengharapkan imbalan atas setiap kebaikan yang dilakukannya.
Jumlah Bantuan dan Dampaknya bagi Masyarakat
Dari yang tercatat, Sultan membagi-bagikan uang kepada individu dan juga lembaga-lembaga, termasuk tentara dan Palang Merah Indonesia. Bantuan ini mengalir untuk mendukung usaha mengusir penjajah Belanda dari Yogyakarta.
Wakil Presiden Mohammad Hatta mengingat nominal bantuan yang diberikan, yakni sekitar 5 juta gulden. Ini adalah jumlah yang sangat besar pada waktu itu, mencakup banyak kebutuhan dasar masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan tempat tinggal.
Meski Sultan tidak memperhatikan nominalnya, tindakan beliau tetap sangat berdampak. Uang yang dibagikan membantu rakyat bertahan hidup dan tidak beralih ke Belanda demi menjamin kebutuhan mereka.
Komitmen dan Ketulusan Seorang Pemimpin
Bagi Sultan Hamengkubuwana IX, membantu rakyat bukan sekadar sebuah tugas. Ini adalah panggilan moral yang harus dilakukan demi keberlangsungan hidup mereka yang dipimpin. Selama 3-4 bulan, setiap hari beliau terus mendistribusikan dana untuk membantu kebutuhan masyarakat.
Adalah sebuah tindakan yang berani dan mulia di tengah kondisi perang ketika banyak pemimpin lainnya memilih untuk menyelamatkan diri sendiri. Beliau berjuang agar masyarakat tetap bersatu dan tidak beralih mendukung Belanda, demi masa depan bangsa.
Sultan merasakan tanggung jawab besar untuk memastikan rakyat tidak hanya bertahan hidup, tetapi juga tidak kehilangan harapan di tengah kesulitan. Ini menjadi contoh kepemimpinan yang patut dicontoh oleh para pemimpin masa kini.