Fenomena banyaknya pengusaha Indonesia yang memindahkan aset atau bisnis mereka ke Singapura semakin menarik perhatian publik. Keputusan ini banyak dipicu oleh kebijakan pajak yang dinilai semakin memberatkan, menciptakan dilema bagi para pemilik modal di tanah air.
Tak hanya terjadi belakangan ini, praktik memindahkan bisnis ini sebenarnya sudah terjadi jauh sebelumnya. Salah satu contohnya adalah Oei Tiong Ham, seorang raja gula yang terpaksa melakukan langkah serupa demi menghindari tekanan fiskal yang terus meningkat.
Sejarah mencatat bahwaOei Tiong Ham merupakan tokoh penting di era Hindia Belanda. Keputusan untuk pindah ke Singapura tidak hanya mengubah lanskap bisnisnya, tetapi juga menciptakan dampak yang luas terhadap perekonomian kolonial saat itu.
Mengapa Oei Tiong Ham Memilih Singapura?
Oei Tiong Ham mendirikan Oei Tiong Ham Concern (OTHC), perusahaan gula terbesar di dunia pada tahun 1893. Meskipun memiliki basis di Semarang, bisnisnya menjangkau wilayah internasional hingga India, Singapura, hingga Eropa.
Kekayaan Oei sangat signifikan, mendominasi hampir setengah pasar gula global. Namun, dengan pesatnya pertumbuhan bisnis, pemerintah kolonial mulai melihatnya sebagai target utama untuk memenuhi kebutuhan pajak negara. Ini menjadi salah satu penyebab utama Oei merasa tertekan dan berkeinginan untuk hengkang.
Dari sudut pandang Oei, situasi ini tidaklah adil. Pajak yang dikenakan sangat tinggi, dengan pengeluaran yang kadang mencapai 50% dari pendapatan bisnisnya. Tentu saja, hal ini membuat Oei merasa terpaksa untuk mencari alternatif demi kelangsungan usahanya.
Dampak Keputusan Pindahnya Oei Tiong Ham ke Singapura
Pindah ke Singapura pada tahun 1921, Oei Tiong Ham mengalami perubahan drastis dalam beban pajaknya. Dari kewajiban pajak mencapai 35 juta gulden, kini ia hanya perlu membayar 1 juta gulden di negeri baru itu.
Dengan kebebasan finansial yang didapat, Oei mulai melakukan langkah ekspansi yang agresif. Ia membeli banyak tanah dan properti, yang diperkirakan luasnya mencapai seperempat dari wilayah Singapura. Investasi ini menjadikannya salah satu pengusaha paling berpengaruh di Singapura.
Pada masa tersebut, kontribusi Oei Tiong Ham di Singapura juga terbukti sangat signifikan. Ia tidak hanya berinvestasi dalam bisnis, tetapi juga menyokong berbagai lembaga sosial, pendidikan, dan kesehatan, bahkan menyumbang untuk pembangunan institusi pendidikan terkemuka.
Kontribusi Sosial dan Warisan Oei Tiong Ham di Singapura
Selama tinggal di Singapura, Oei dikenal sebagai dermawan dengan kontribusi yang mencolok dalam pengembangan infrastruktur pendidikan dan sosial. Ia menyumbang dana untuk berbagai pemerintahan sosial yang memberikan bantuan bagi masyarakat sekitar.
Namun, meskipun dikenal luas dan berpengaruh, situasi kewarganegaraan Oei menimbulkan kerumitan. Ia melepaskan status sebagai Warga Negara Hindia Belanda, tetapi tidak pernah mengajukan permohonan untuk menjadi Warga Negara Inggris.
Pada tahun 1924, Oei Tiong Ham meninggal dunia, dan hingga saat itu status kewarganegaraannya tetap tidak jelas. Namun, jejaknya tetap hidup melalui berbagai fasilitas yang dinamai sesuai namanya, sebagai pengingat kontribusinya yang besar bagi Singapura.
Oei Tiong Ham adalah contoh signifikan dari bagaimana kebijakan pajak dapat mempengaruhi keputusan bisnis. Pengalamannya menunjukkan bahwa beban fiskal yang tinggi dapat mendorong pengusaha untuk mencari tempat yang lebih ideal bagi mereka untuk berinvestasi dan tumbuh.
Dengan demikian, fenomena pemindahan investor Indonesia ke negara lain dalam konteks pajak adalah aspek yang kompleks dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Sejarah Oei Tiong Ham bisa menjadi pelajaran penting bagi pemerintah mengenai pentingnya kebijakan pajak yang adil dan mendukung untuk mencegah keluarnya modal dari negeri sendiri.
















