Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengungkapkan bahwa fenomena “rombongan jarang beli” dan “rombongan hanya nanya” merupakan bagian dari respons konsumen terhadap ketidakpastian ekonomi yang melanda beberapa bulan belakangan. Kecenderungan masyarakat untuk lebih hati-hati dalam berbelanja adalah hal yang wajar di tengah kondisi yang belum sepenuhnya stabil.
Dalam pernyataannya, Mahendra menjelaskan bahwa ketidakpastian ini telah memicu banyak konsumen untuk menunggu dan mempertimbangkan sebelum membuat keputusan besar terkait pengeluaran. Sikap semacam ini mencerminkan pandangan yang hati-hati terhadap situasi ekonomi secara keseluruhan.
“Ketika kondisi ekonomi tidak memberikan jaminan yang jelas, sangat wajar jika individu lebih memilih untuk bersikap waspada dan menunda aktivitas berbelanja,” ia menjelaskan. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku konsumen sangat dipengaruhi oleh situasi makroekonomi yang ada.
Fenomena Rojali dan Rohana di Kalangan Konsumen
Kedua istilah yang baru-baru ini viral, yaitu “Rojali” dan “Rohana,” mengacu pada sikap konsumen yang menurun. Rojali, yang artinya Rombongan Jarang Beli, merujuk pada konsumen yang meskipun sering mengunjungi pusat perbelanjaan, jarang melakukan pembelian. Ini mencerminkan keengganan konsumen untuk mengeluarkan uang dalam kondisi yang tidak menentu.
Di sisi lain, Rohana atau Rombongan Hanya Nanya menggambarkan mereka yang bertanya-tanya tentang produk, seperti harga dan fitur yang ditawarkan, tetapi tidak berlanjut pada tindakan pembelian. Sikap ini menunjukkan ketidakpastian dan kebingungan dalam memilih apa yang tepat untuk diinvestasikan dalam belanja mereka.
Mahendra menggarisbawahi bahwa fenomena ini bukan hanya ciri khas konsumen, tetapi juga terlihat pada sikap para produsen dan investor. Saat kondisi ekonomi tidak mendukung, semua pihak tampaknya cenderung untuk menunggu kejelasan sebelum melanjutkan pengeluaran atau investasi.
Pentingnya Kepastian Ekonomi untuk Konsumen
Meskipun saat ini situasi bisa dikatakan sulit, Mahendra optimis bahwa dengan adanya perubahan yang positif dalam kebijakan ekonomi, perilaku konsumsi masyarakat akan pulih kembali. Ia menekankan bahwa kembalinya rasa percaya diri konsumen sangat bergantung pada kepastian yang jelas dari pihak berwenang.
Menurutnya, sinyal-sinyal yang menunjukkan kejelasan dalam perekonomian dapat membantu memulihkan kepercayaan masyarakat. Ketika konsumen merasa yakin tentang kondisi ekonomi, mereka akan lebih terdorong untuk berbelanja dengan aktif.
“Penting bagi kita untuk menciptakan suasana yang mendukung agar konsumen merasa nyaman dan percaya diri untuk kembali berbelanja,” ungkap Mahendra. Kepastian dalam ekonomi juga dapat memicu harga yang lebih stabil, yang selanjutnya mendorong pertumbuhan dalam sektor retail.
Bagaimana Analisis Ekonomi Mempengaruhi Perilaku Konsumen?
Analisis ekonomi menunjukkan bahwa ketidakpastian yang berkepanjangan dapat membatasi pengeluaran konsumen. Dalam konteks ini, Mahendra mencatat bahwa masyarakat cenderung lebih suka menunggu hingga terdapat tanda-tanda positif sebelum melakukan pembelian besar. Sikap ini menunjukkan adanya kehati-hatian yang diperoleh dari pengalaman di masa lalu.
Dampak dari ketidakpastian ini juga terlihat dari data relevan yang menunjukkan penurunan angka belanja. Para ekonom mencatat bahwa saat konsumen ragu, tingkat pembelian barang dan jasa cenderung menurun. Ini mengakibatkan dampak negatif pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
“Kita perlu menciptakan lingkungan yang kondusif agar konsumsi dapat kembali pulih,” ucap Mahendra. Dalam pandangannya, jika perkembangan positif dapat dipertahankan, bukan tidak mungkin daya beli masyarakat akan terbongkar kembali lebih cepat.