Setiap tanggal 16 Oktober, dunia merayakan Hari Pangan Sedunia, yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang isu-isu yang berkaitan dengan pangan global. Tahun ini, tema yang diusung adalah “Berkolaborasi untuk Makanan yang Lebih Baik dan Masa Depan yang Lebih Baik,” mengajak semua pihak, dari individu hingga institusi, untuk bekerja sama dalam mewujudkan ketahanan pangan secara menyeluruh.
Indonesia, sebagai salah satu negara dengan kekayaan pangan lokal yang melimpah, memiliki banyak contoh yang patut diperhatikan. Salah satunya adalah tempe, makanan berbahan dasar kedelai yang kini semakin diminati di seluruh dunia karena nilai gizinya yang tinggi dan peranannya dalam mencapai ketahanan pangan.
Tempe bukan sekadar makanan sehar-hari bagi masyarakat Indonesia, tetapi juga menjadi simbol dari potensi dan keberlanjutan pangan lokal. Kontribusinya dalam ketahanan pangan global menunjukkan bahwa makanan lokal bisa memberikan alternatif yang menarik dan berbertahan lama.
Sejarah dan Asal Usul Tempe dalam Budaya Indonesia
Sejarah tempe berawal dari kedelai, yang diyakini diperkenalkan oleh para pedagang Tionghoa ke Nusantara sebelum abad ke-10. Kedelai menjadi bahan dasar untuk dua makanan ikonik Indonesia, yaitu tempe dan tahu, yang masing-masing memiliki keunikan dan nilai gizi tersendiri.
Meskipun tahu memiliki jejak sejarah yang lebih tua, tempe baru mulai dikenal secara tertulis dalam Serat Centhini pada abad ke-16. Dalam teks kuno tersebut, tempe disebut dalam konteks hidangan yang menggambarkan kekayaan kuliner daerah Jawa.
Asal-usul tempe dapat ditelusuri ke Jawa Tengah, di mana pemrosesan kedelai menjadi tempe diyakini merupakan hasil inovasi lokal. Teknik pembuatan tempe lahir dari pengolahan kedelai dengan cara fermentasi, yang secara tidak langsung menjadi salah satu cara masyarakat Jawa untuk menciptakan sumber protein nabati alternatif.
Peran Tempe di Tengah Krisis Pangan Global
Tempe telah membuktikan diri sebagai solusi ketika terjadi krisis pangan. Pada tahun 1930, ketika masyarakat mengalami kesulitan ekonomi akibat depresi global, banyak keluarga beralih ke tempe sebagai alternatif sumber gizi. Harganya yang terjangkau serta nilai nutrisinya yang tinggi membuatnya menjadi pilihan utama.
Selama masa sulit tersebut, tempe menjadi makanan yang menyelamatkan banyak masyarakat dari masalah kelaparan. Dengan sejarah panjang sebagai pangan lokal, tempe berhasil membuktikan fungsinya dalam memenuhi kebutuhan gizi, terutama dalam masa sulit.
Lebih dari itu, tempe telah menjadi bagian penting dalam menciptakan pola makan yang seimbang. Dalam konteks modern, tempe menjadi pilihan yang digemari baik di kalangan vegetarian maupun mereka yang mencari makanan sehat dengan biaya yang lebih rendah.
Pergeseran Popularitas Tempe di Mancanegara
Sejak masa kolonial, popularitas tempe mulai melejit, terutama saat para peneliti Belanda mulai mempublikasikan hasil penelitian mengenai gizi tempe pada tahun 1875. Produksi tempe secara komersial di Eropa kemudian dimulai pada tahun 1946, membuka jalan bagi tempe untuk dikenal di pasar global.
Di Amerika Serikat, tempe mulai meraih perhatian luas berkat penelitian dari institusi yang kredibel. Dengan hasil penelitian yang menunjukkan kandungan gizi tempe yang luar biasa, para ilmuwan di negara tersebut juga berhasil berinovasi dengan teknik produksi tempe skala besar yang memungkinkan penyebaran lebih luas.
Dengan kemajuan teknologi dalam produksi makanan, tempe diadaptasi dengan cara baru. Di AS, misalnya, tempe kini lebih sering dibungkus dengan kantong plastik, menjadikannya lebih praktis dan efisien untuk distribusi. Ini menjadi salah satu faktor pendorong mengapa tempe semakin diterima di kalangan masyarakat Barat yang kian sadar akan pentingnya pola makan sehat.
Tempe sebagai Makanan Sehat yang Mendunia
Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya pola makan sehat, tempe kini telah melampaui batasan geografis dan budaya. Tempat-tempat di Eropa, AS, serta negara-negara di Afrika dan Amerika Latin secara aktif memproduksi dan mengkonsumsi tempe, membuktikan popularitasnya di seluruh dunia.
Peningkatan permintaan akan tempe menunjukkan bahwa makanan ini memiliki potensi besar tidak hanya sebagai makanan lokal, tetapi juga sebagai makanan sehat bagi semua kalangan. Dalam konteks ini, tempe sudah menjadi simbol global untuk pangan berkelanjutan.
Di dalam kebijakan pangan, terutama di negara-negara maju, tempe bahkan disebut-sebut sebagai solusi untuk mengatasi tantangan ketahanan pangan. Dengan subsidinya sebagai sumber protein nabati yang murah dan berkelanjutan, tempe memiliki peluang untuk berkontribusi dalam menyelesaikan krisis pangan global yang kian mengkhawatirkan.