Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam industri gula, dengan sejarah panjang dalam produksi dan ekspor tebu. Salah satu perusahaan yang sangat berpengaruh dalam sejarah gula di Indonesia adalah Oei Tiong Ham Concern, yang pernah mendominasi pasar gula di Asia dan dunia.
Didirikan pada tahun 1893 oleh pengusaha keturunan Tionghoa dari Semarang, Oei Tiong Ham, perusahaan ini memiliki sejarah yang kaya dan beragam. Oei Tiong Ham Concern (OTHC) memiliki beberapa anak perusahaan yang tersebar di berbagai negara, termasuk India, Singapura, dan London.
Dalam periode awal operasionalnya, OTHC berhasil mengekspor gula sebanyak 200 ribu ton, menyalip perusahaan-perusahaan Barat dan menguasai 60% pasar gula di Hindia Belanda antara 1911 hingga 1912. Keberhasilan ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh OTHC di pasar gula saat itu.
Keberhasilan Oei Tiong Ham dan Kekayaannya Yang Mengagumkan
Kekayaan Oei Tiong Ham diperkirakan mencapai 200 juta gulden, yang pada zamannya setara dengan angka yang sangat besar. Sebagai gambaran, pada tahun 1925, satu gulden dapat digunakan untuk membeli 20 kg beras. Jika kita konversikan dengan harga beras saat ini, harta yang dimilikinya mungkin setara dengan Rp 43,4 triliun.
Namun, kesuksesan tersebut tidak bertahan lama. Setelah kematian Oei Tiong Ham pada 6 Juli 1942, berbagai tantangan mulai muncul yang berujung pada kehancuran perusahaan dalam waktu yang cukup singkat.
Sejarah kelam Oei Tiong Ham Concern mulai terungkap ketika pewaris OTHC mengajukan tuntutan hukum terhadap Bank Indonesia cabang Amsterdam. Mereka berusaha untuk mendapatkan kembali uang deposito yang disimpan oleh OTHC di De Javasche Bank sebelum terjadinya Perang Dunia II.
Permasalahan Hukum dan Penyitaan Aset OTHC
Permintaan tersebut didasari oleh niat pemerintah Indonesia yang ingin memanfaatkan dana tersebut untuk membangun pabrik gula. Para pewaris merasa pemerintah tidak berhak menggunakan uang warisan perusahaan mereka. Setelah melalui proses hukum, tuntutan para pewaris akhirnya dimenangkan, sehingga pemerintah harus mengembalikan dana deposit tersebut.
Namun, pengembalian dana menjadi awal dari keruntuhan OTHC, dimana para pewaris merasa bahwa ini memicu pemerintah untuk mencari alasan penyitaan aset perusahaan. Hal ini diungkapkan oleh Oei Tjong Tay, putra Oei Tiong Ham.
Beberapa waktu setelah tuntutan tersebut, pada 1961, pengadilan di Semarang memanggil para pemilik saham Kian Gwan, komponen penting dari OTHC. Pemanggilan ini ditujukan untuk mengadili mereka atas dugaan pelanggaran regulasi valuta asing.
Penyitaan Aset dan Dampaknya Terhadap Keluarga Oei
Tidak ada seorang pun dari pewaris yang berada di dalam negeri sehingga mereka tidak dapat membela diri. Akibatnya, pengadilan Semarang menjatuhkan putusan bersalah terhadap OTHC. Pada 10 Juli 1961, barang-barang bukti terkait perkara ini dirampas dan disita oleh negara.
Penyitaan ini berlangsung dalam waktu yang sangat cepat, termasuk harta warisan Oei Tiong Ham. Semua aset OTHC dan keluarga Oei pun disita oleh pemerintah, yang kemudian digunakan sebagai modal untuk mendirikan perusahaan gula BUMN bernama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) pada tahun 1964.
Setelah semua aset terambil alih oleh negara, jejak bisnis Oei Tiong Ham Concern hampir hilang sepenuhnya dari peta industri gula di Indonesia. Sejarah panjang dan kontribusi OTHC bagi perekonomian tahun-tahun sebelumnya tersisa dalam kenangan, dan keturunan Oei Tiong Ham pun kehilangan relevansinya.
Pelajaran dari Sejarah Oei Tiong Ham Concern
Perjalanan Oei Tiong Ham Concern mengajarkan banyak hal tentang ketahanan dan dinamika industri di Indonesia. Dari kesuksesan besar hingga kejatuhan yang mencolok, kisah ini memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya manajemen dan legalitas dalam bisnis.
Dalam konteks yang lebih luas, pengalaman OTHC juga menjadi cermin bagi pengusaha lainnya untuk memahami bagaimana politik dan hukum dapat mempengaruhi dunia bisnis. Mengelola risiko dan memahami kebijakan pemerintah sangatlah penting agar tidak terjerat dalam situasi yang sama.
Kisah ini juga mencerminkan bagaimana sejarah tak terpisahkan dari kondisi masa kini dan perlu dipelajari agar kita bisa menyikapi tantangan serupa di masa depan. Melihat kembali ke masa lalu, kita dapat mengambil banyak pelajaran untuk menghindari kesalahan yang sama dan membangun fondasi yang lebih kuat dalam dunia usaha.