Berdasarkan data dari Posyandu Lansia di Pancoran, Jakarta Selatan, skrining terhadap 83.832 lansia menunjukkan bahwa 1.184 lansia (1,4 persen) memiliki indikasi depresi. Indikasi ini didasarkan pada hasil Skrining Kognitif dan Depresi Lansia (SKILAS).
“Merujuk data Posyandu Lansia di daerah Pancoran, Jakarta Selatan, dari 83.832 lansia yang telah diperiksa, ditemukan 1.184 lansia (1,4 persen) dengan indikasi depresi,” kata Sri Puji.
Jumlah lansia di DKI Jakarta pada semester I-2025 mencapai 1,1 juta orang, yang merupakan sekitar 10,6 persen dari total penduduk Jakarta.
“Sementara itu, berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI, jumlah lansia pada semester I-2025 mencapai 1,1 juta orang, atau sekitar 10,6 persen dari total penduduk di Jakarta,” tambahnya.
Bahaya Depresi pada Lansia dan Dampaknya bagi Kesehatan
Depresi pada lansia merupakan masalah serius yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Sebagai kelompok rentan, lansia sering kali mengalami penurunan kesehatan fisik dan mental seiring bertambahnya usia.
Kondisi ini sering kali tak terdiagnosis, karena gejalanya bisa mirip dengan masalah kesehatan lainnya. Faktor seperti kehilangan orang tercinta, kecenderungan penyakit fisik, dan isolasi sosial dapat memperburuk kondisi mental lansia.
Dalam banyak kasus, depresi dapat memperburuk penyakit kronis yang sudah ada, sehingga mengarah pada peningkatan kebutuhan perawatan kesehatan. Dampak depresi tidak hanya terbatas pada individu, tetapi juga mempengaruhi keluarga dan sistem kesehatan secara luas.
Penting bagi keluarga dan masyarakat untuk mengenali tanda-tanda depresi pada lansia. Ini termasuk perubahan di dalam pola tidur, selera makan, dan minat terhadap aktivitas yang sebelumnya disukai.
Peran Keluarga dalam Menangani Depresi Lansia
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung lansia yang mengalami depresi. Dukungan emosional dan keterlibatan aktif dalam kehidupan sehari-hari membantu meningkatkan kesejahteraan mental mereka.
Penting bagi anggota keluarga untuk berkomunikasi secara terbuka dan menunjukkan kepedulian. Mendengarkan dan memberikan dukungan psikologis dapat membantu mengurangi perasaan kesepian yang sering dihadapi lansia.
Aktivitas bersama, seperti outing atau kelas seni, juga dapat menjadi cara efektif untuk meningkatkan mood lansia. Selain itu, dapat melibatkan tenaga profesional untuk membantu penanganan lebih lanjut, seperti psikolog atau psikiater.
Melibatkan lansia dalam keputusan sehari-hari juga dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kemandirian mereka. Semakin aktif mereka di lingkungan sosial, semakin besar kemungkinan untuk memperbaiki kondisi mental mereka.
Pentingnya Skrining Kesehatan Mental pada Lansia
Skrining kesehatan mental rutin sangat penting untuk mendeteksi masalah seperti depresi sejak dini. Melalui pemeriksaan regular, gejala dapat diidentifikasi sebelum menjadi lebih parah.
Alat skrining, seperti SKILAS yang digunakan di Posyandu Lansia, memungkinkan tenaga medis untuk melakukan penilaian yang sistematis. Hal ini juga membantu dalam merencanakan intervensi yang sesuai dan efektif bagi lansia yang terdiagnosis.
Skrining bukan hanya memberikan informasi kondisi mental individu, tetapi juga meningkatkan kesadaran di kalangan masyarakat. Dengan mengetahui bahwa depresi bisa terjadi, kita bisa bersama-sama mendorong lansia untuk mencari bantuan.
Pendidikan mengenai kesehatan mental juga sangat penting. Melalui informasi yang memadai, masyarakat dapat lebih peka terhadap tanda-tanda depresi di lingkungan sekitar mereka.