Nama calon menteri dalam kabinet yang baru selalu menarik perhatian masyarakat. Masyarakat berharap bahwa pemimpin yang baru dapat membawa Indonesia ke arah yang lebih baik, terutama dalam kondisi krisis yang dihadapi.
Dalam sejarah Indonesia, salah satu calon menteri yang menjadi sorotan adalah Hadeli Hasibuan. Ia dengan berani mengajukan diri untuk menjabat sebagai Menteri Penurunan Harga di tengah krisis ekonomi yang parah pada pertengahan tahun 1960-an.
Keberanian Hadeli terlihat jelas ketika ia menghadapi risiko besar, termasuk taruhannya adalah nyawa jika gagal dalam misi tersebut. Ia adalah sosok unik dalam konteks pemerintahan Indonesia, tidak hanya karena gagasan yang dikemukakannya, tetapi juga karena komitmen serta keberaniannya.
Peristiwa Bersejarah dalam Pidato Presiden Soekarno
Hadeli Hasibuan mulai dikenal publik setelah Presiden Soekarno memberikan pidato penting di Istana Bogor pada 15 Januari 1966. Dalam pidatonya, Soekarno mengumumkan sayembara terbuka untuk mencari menteri yang mampu menurunkan harga barang di tengah krisis ekonomi yang melanda.
Krisis ini membuat rakyat Indonesia semakin terjepit karena lonjakan harga yang tinggi. Menurut catatan para aktivis, harga bahan pangan meningkat tajam, dan harga bensin melonjak drastis, menciptakan ketidakstabilan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Dalam sayembara tersebut, Soekarno menekankan bahwa siapa pun yang berani mengambil tantangan ini akan diangkat menjadi Menteri Penurunan Harga. Namun, di balik itu, ada risiko berat: jika gagal, mereka harus menerima konsekuensi yang mengerikan.
Keberanian untuk Menyatakan Kesediaan
Nama Hadeli kemudian mencuat karena ia berani mengajukan lamaran langsung kepada pemerintah. Melalui surat resmi, ia menyatakan siap menerima tantangan yang penuh risiko tersebut, sebuah keberanian yang jarang ditemukan di kalangan calon menteri lain.
Pada 2 Februari 1966, setelah melalui proses seleksi, Hadeli dipanggil ke Istana Merdeka. Ia disambut oleh Wakil Perdana Menteri Johannes Leimena, di mana ia menyampaikan ide-ide inovatifnya untuk mengatasi krisis ekonomi.
Hadeli mengusulkan sebuah rencana yang mencakup liberalisasi ekonomi dan efisiensi anggaran, yang akan melibatkan swasta dalam menurunkan harga barang. Poin-poin tersebut mencuri perhatian karena dianggap sebagai pendekatan baru untuk mengatasi masalah yang mendesak.
Gagasan yang Ditolak dan Dinilai Gila
Meski gagasan Hadeli terbilang progresif, namun tidak semua orang setuju. Leimena menilai ide-ide tersebut terlalu ekstrem dan tidak realistis, menyebutnya gila dalam konteks pendekatan ekonomi yang diambil Soekarno.
Setelah melaporkan gagasan tersebut kepada Soekarno, hasilnya tidak memuaskan. Leimena menegaskan bahwa gagasan tersebut bertentangan dengan kebijakan pemerintah yang anti-liberalisasi, yang pada saat itu menjadi prinsip utama pemerintahan Soekarno.
Sementara Hadeli gagal mendapatkan posisi menteri, namanya mulai dikenal luas. Berita tentang keberanian dan ide-ide ekonominya menghiasi berbagai surat kabar, menjadikannya figur publik yang diperhatikan oleh masyarakat.
Melihat Kembali Sejarah dan Jejak Ekonomi Indonesia
Krisis ekonomi yang dihadapi Indonesia menunjukkan bahwa pendekatan yang diambil oleh pemerintah saat itu tidak lagi efektif. Kekuasaan perlahan beralih kepada Jenderal Soeharto, yang dikenal memiliki kebijakan ekonomi yang jauh lebih liberalis daripada pendahulunya.
Melalui kebijakan yang diimplementasikan oleh para ekonom yang dikenal dengan sebutan Mafia Berkeley, Soeharto berhasil merubah wajah ekonomi Indonesia. Pendekatan-pendekatan ekonominya, lambat laun, sejalan dengan gagasan yang pernah diusulkan oleh Hadeli.
Seiring berjalannya waktu, Hadeli dikenal sebagai satu-satunya calon menteri yang berani mengajukan diri dengan taruhan nyawa. Ia menjadi contoh agen perubahan dalam sejarah, yang mencerminkan tantangan dan harapan bagi pembangunan ekonomi Indonesia.