Kota Bandar Lampung menyimpan kekayaan budaya yang tak terbantahkan, terutama dalam bentuk kerajinan batik. Di sebuah rumah batik yang sederhana, puluhan pengrajin secara antusias menggambar motif-motif yang memikat hati, menciptakan produk yang menjadi lambang dari warisan lokal.
Salah satu sosok penting di balik keindahan ini adalah Laila Al Khusna, pendiri Batik Siger. Dalam setiap goresan canting, ia menggambarkan semangat pemberdayaan dan pelestarian budaya batik Lampung, sesuatu yang telah ia perjuangkan lebih dari sepuluh tahun terakhir.
Dengan latar belakang sebagai anak pengusaha batik, kecintaan Laila terhadap kain tradisional sudah tertanam sejak kecil. Ketika UNESCO mengakui batik sebagai warisan budaya Indonesia pada tahun 2009, ia melihat peluang untuk mengangkat potensi batik Lampung ke level yang lebih tinggi.
Di tengah keadaan di mana banyak pengrajin batik berasal dari Jawa, Laila bertekad ingin mengubah situasi ini. Ia mengisahkan bagaimana ia mendirikan Lembaga Kursus dan Pelatihan Batik Siger pada tahun 2008, berharap agar masyarakat Lampung dapat menciptakan batik mereka sendiri.
Pada awalnya, tantangan menghadang. Meski telah mengunjungi sejumlah komunitas, sulit bagi Laila untuk mengajak orang lain berpartisipasi. Namun, semangatnya tak pernah pudar, dan ia terus berusaha hingga akhirnya berhasil mendapatkan peserta untuk pelatihan yang ia laksanakan.
Laila termotivasi oleh harapan agar ilmu yang ia peroleh dari orang tua bisa bermanfaat bagi komunitasnya. Ia ingin meningkatkan martabat daerahnya melalui kesempatan ekonomi yang terbuka bagi penduduk setempat.
Saat ini, banyak alumninya yang telah berhasil mendirikan usaha batik sendiri. Hal ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi Laila, sebab Batik Siger tak hanya melahirkan perajin, tetapi juga menciptakan ekosistem ekonomi baru yang mendukung masyarakat.
Lebih dari sekadar bisnis, Batik Siger memikul tanggung jawab untuk memperkenalkan kain batik khas Lampung. Sekitar 80% dari produk mereka dijual di dalam provinsi, sementara sisanya dipasarkan secara luas ke seluruh Indonesia melalui e-commerce.
Kisah Batik Siger tidak hanya berhenti pada pengusahaannya. Laila juga berkomitmen untuk menjalankan praktik ramah lingkungan. Dengan menerapkan konsep zero waste, sisa kain produksi dimanfaatkan untuk produk lain yang memiliki nilai jual.
Keberlanjutan juga tercermin dari penggunaan pewarna alami yang mencapai 70% dari total produksi. Laila dan timnya berupaya semaksimal mungkin untuk meminimalisir penggunaan pewarna sintetis dan memastikan limbah yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan.
Pentingnya Dukungan Program Pemberdayaan bagi UMKM Lokal
Melalui usaha yang berkelanjutan, Batik Siger meraih penghargaan Upakarti pada tahun 2014. Penghargaan ini diberikan berkat dampak positif yang dihasilkan perusahaan, baik dari segi sosial maupun lingkungan.
Diakui oleh Laila, kesuksesan Batik Siger juga tak terlepas dari dukungan Program Rumah BUMN, yang menjadi sarana pengembangan bagi UMKM. Ia menemui program ini setelah mendengar imbauan pemerintah untuk menggali potensi lokal melalui pembinaan bagi pelaku usaha kecil.
Pergulangan waktu membuat Laila semakin aktif berpartisipasi dalam kegiatan Rumah BUMN. Ia menjalin hubungan baik dengan komunitas dan mentor yang membantu mengembangkan keterampilan manajerial dan pemasaran yang diperlukan untuk usaha.
Sejak aktif di Rumah BUMN, Laila merasa banyak manfaat yang dirasakannya. Ia belajar tentang strategi pemasaran yang efektif dan pemanfaatan digital marketing untuk menarik perhatian pasar yang lebih luas.
Dalam hal pembiayaan, ia juga diberikan pengetahuan mengenai prosedur peminjaman modal dari bank serta potensi risiko yang mungkin dihadapi. Semua ini bertujuan untuk memperkuat keahlian pelaku usaha kecil.
Kolaborasi dan Sinergi untuk Memperkuat Ekosistem UMKM
Laila menegaskan bahwa program Rumah BUMN sangat berdampak positif bagi pengembangan UMKM. Ia percaya bahwa semua ilmu yang diperoleh dapat diterapkan dengan baik dalam pengelolaan Batik Siger.
Direktur Mikro BRI, Akhmad Purwakajaya, juga mengungkapkan komitmen lembaganya dalam mendampingi UMKM. Program pemberdayaan seperti Rumah BUMN menjadi salah satu cara untuk membantu pelaku usaha agar semakin maju dan berkembang.
BRI berupaya memberikan lebih dari sekadar akses modal, namun juga pembinaan dan dukungan bisnis yang komprehensif. Dengan memperkuat ekosistem UMKM, diharapkan para pelaku usaha dapat meningkatkan daya saing dan menciptakan nilai lebih di pasar.
Melalui kombinasi literasi, digitalisasi, dan fasilitasi akses, pelaku UMKM memiliki kesempatan untuk memperluas jaringan dan mencapai pasar internasional. Semangat inilah yang menjadi pendorong Laila dan komunitas Batik Siger untuk terus berinovasi dan beradaptasi.
Akhir kata, perjalanan Laila dan Batik Siger mencerminkan betapa pentingnya penguatan kapasitas masyarakat dalam bidang ekonomi kreatif. Usaha ini bukan hanya memberikan manfaat bagi individu, tetapi juga untuk membangkitkan potensi daerah, menjadikan batik sebagai simbol kehormatan budaya Lampung yang terus hidup dan berkembang.















