Hubungan antara Amerika Serikat dan China telah mengalami pasang surut yang dramatis sepanjang sejarah. Pertemuan antara Presiden AS dan Presiden China pada tahun 2025 menjadi salah satu momen penting yang menggambarkan kompleksitas hubungan ini. Di tengah ketegangan global, dialog ini bertujuan untuk meredakan situasi yang terus memanas di antara kedua negara besar tersebut.
Namun, perjalanan diplomatik antara kedua negara tidak selalu mulus. Salah satu insiden paling mencolok dalam sejarah hubungan AS-China terjadi pada tahun 1999. Insiden tersebut memunculkan ketegangan yang berkepanjangan, meskipun keduanya sudah menjalin hubungan diplomatik selama lebih dari empat dekade.
Insiden yang mengubah wajah hubungan bilateral ini terjadi ketika Kedutaan Besar China di Beograd, Serbia, diserang oleh pesawat tempur AS. Serangan yang diduga sebagai kesalahan intelijen itu memicu reaksi keras dari pihak China dan masyarakat internasional, mengguncang stabilitas hubungan mereka.
Rangkaian Peristiwa yang Mengarah ke Insiden Serangan
Tahun 1999 merupakan periode yang sangat menegangkan di Serbia. Perang antara pasukan Serbia dan warga Kosovo membuat suasana di Beograd begitu mencekam. Setiap malam, suara dentuman bom dan jet tempur bergaung di langit, menciptakan rasa ketakutan di kalangan warga.
Di tengah kekacauan ini, seorang warga lokal bernama Vlada mencoba mencari cara untuk hidup dengan tenang. Dia menyadari bahwa letak apartemennya dekat dengan Kedutaan Besar China memberikan sedikit rasa aman. Siapa yang berani menyerang fasilitas diplomatik tersebut?
Namun, keyakinan itu sirna pada malam 7 Mei 1999. Ketika suara pesawat mendekat dan ledakan mengguncang tanah, semua harapan akan keamanan seolah-olah runtuh. Kejadian tragis ini menunjukkan betapa rentannya ketenangan dalam situasi yang begitu berbahaya.
Reaksi Dunia Terhadap Peristiwa Tragis Ini
Setelah serangan tersebut, perhatian dunia tertuju pada Kedutaan Besar China yang terbakar. Warga Beijing dan kota-kota lainnya tidak tinggal diam, berunjuk rasa di depan Kedutaan Besar AS dan Inggris, menuntut tanggung jawab atas tindakan yang dianggap sebagai serangan terhadap kedaulatan negara.
Pernyataan kemarahan resmi dari pemerintah China semakin menambah ketegangan. Presiden China saat itu menyatakan bahwa serangan tersebut adalah tindakan biadab yang tidak akan pernah dilupakan. Protes yang meluas menunjukkan betapa dalamnya luka yang ditimbulkan oleh insiden tersebut.
Di sisi lain, negara-negara NATO berusaha menjaga jarak dari serangan itu, menyalahkan militer AS sebagai pelaku utama. Tekanan internasional pun semakin besar, mendorong pemerintah AS untuk mengambil tindakan nyata agar situasi tidak semakin memburuk.
Permintaan Maaf dan Dampaknya dalam Hubungan Keduanya
Akhirnya, di tengah situasi yang penuh ketegangan, pemerintah AS mengakui kesalahan dalam serangan tersebut dan mengeluarkan permintaan maaf resmi. Presiden AS saat itu menyampaikan penyesalan yang mendalam dan menyebut insiden tersebut sebagai tragedi yang tidak seharusnya terjadi.
Walaupun permintaan maaf tersebut disampaikan, dampak dari serangan itu terasa sangat mendalam. Banyak warga China tidak merasa cukup dengan kompensasi finansial yang diberikan, menganggap bahwa tindakan tersebut tidak sebanding dengan kehilangan yang dirasakan. Ketidakpuasan ini membentuk persepsi yang negatif terhadap AS dalam pandangan masyarakat China.
Selain itu, kesalahan yang diakui merupakan gambaran dari masalah yang lebih besar: ketidakakuratan intelijen yang dapat berujung pada malapetaka. Kesalahan ini juga menyiratkan pentingnya hubungan diplomatik dan komunikasi yang efektif di antara negara-negara besar untuk mencegah terulangnya insiden serupa di masa depan.
Warisan Insiden Beograd dalam Hubungan Diplomatik
Insiden serangan terhadap Kedutaan Besar China di Beograd tidak hanya menghancurkan struktur fisik, tetapi juga meninggalkan bekas yang dalam dalam hubungan diplomatik kedua negara. Meski berbagai upaya diplomatik dilakukan untuk memperbaiki hubungan, bayang-bayang insiden itu tetap menjadi hal sensitif dan sering diungkit.
Beberapa tahun setelah kejadian, banyak tokoh politik di China, termasuk Presiden Xi Jinping, menyebut insiden tersebut sebagai pengingat pentingnya menjaga kedaulatan dan menghargai perdamaian. Mereka berkomitmen untuk tidak membiarkan tragedi serupa terulang kembali di masa depan.
Melalui pengalaman ini, dunia belajar bahwa hubungan internasional tidak hanya dibangun atas kesepakatan diplomatik, tetapi juga memerlukan pemahaman yang mendalam tentang sensitivitas sejarah dan duka kolektif yang dialami oleh suatu bangsa.
















