Badan Gizi Nasional (BGN) menghentikan sementara operasional Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Cisarua, Bandung Barat, menyusul terjadinya kasus keracunan makanan. Keputusan ini diambil setelah adanya laporan mengenai gejala keracunan yang dialami oleh siswa di SMPN 1 Cisarua setelah mengonsumsi makanan yang disediakan oleh SPPG.
Wakil Kepala BGN, Nanik S Deyang, mengatakan bahwa pihaknya mengirimkan Tim Investigasi Independen untuk menelaah lebih lanjut kasus tersebut. Langkah ini ditekankan sebagai upaya untuk memberikan penanganan yang tepat bagi para korban keracunan sambil meneliti lebih dalam mengenai sumber masalahnya.
“Kami sangat menyesalkan insiden ini. Penyelidikan sedang dilakukan untuk memastikan kesehatan dan keselamatan seluruh penerima manfaat,” ungkap Nanik dalam rilis berita yang diterima.
Investigasi Terhadap Kasus Keracunan Siswa di Cisarua
Ketua Tim Investigasi Independen BGN, Karimah Muhammad, menjelaskan bahwa pihaknya telah mengunjungi beberapa dapur yang berperan dalam pendistribusian makanan. Dapur tersebut, yang berada di bawah naungan Yayasan Tarbiyatul Qur’an Cisarua (TARBIQU), diduga menjadi penyedia makanan yang terkontaminasi.
Menurut data yang diperoleh, pada tanggal 14 Oktober lalu, sebanyak 115 siswa mengalami gejala kondisi kesehatan yang meresahkan seperti pusing, mual, dan muntah. Gejala tersebut muncul setelah konsumsi menu yang disajikan, seperti ayam black pepper dan sayuran.
Keesokan harinya, tujuh siswa juga melaporkan gejala serupa setelah mereka mendapatkan makanan dari dua unit dapur yang berbeda. Tim investigasi mencatat bahwa beberapa menu yang disiapkan antara lain ayam yakiniku dan tempura jamur tiram, yang berpotensi terkontaminasi.
Temuan Penting Dari Tim Investigasi Mengenai Kebersihan Dapur
Tim berada di lapangan untuk menyelidiki lebih lanjut, dan hasil awal menunjukkan kemungkinan adanya kontaminasi silang dalam proses penyajian makanan. Selain itu, kendaraan distribusi yang terlambat ditanggapi setelah adanya laporan terkait masalah kesehatan juga dianggap menjadi faktor penyumbang.
Di tempat lain, pengamatan juga menunjukkan bahwa kedua dapur tersebut belum memenuhi standar higienitas yang diperlukan, dari segi sarana dan prasarana sampai peralatan dapur yang digunakan. Temuan ini semakin memperkuat dugaan bahwa masalah kesehatan di antara siswa kemungkinan disebabkan oleh makanan yang disajikan.
Temuan lebih lanjut menemukan bahwa lokasi SPPG Pasirlangu yang berdekatan dengan kebun warga menimbulkan risiko tersendiri, terutama dengan banyaknya lalat di area dapur. Masalah kebersihan lingkungan menjadi pertimbangan penting dalam evaluasi keseluruhan.
Tindakan Lanjutan Oleh Pihak Badan Gizi Nasional dan Tanggapan Masyarakat
BGN, melihat berbagai temuan yang didapat, memutuskan untuk menghentikan pengoperasian dan distribusi makanan di kedua SPPG yang terlibat. Kedua dapur akan diwajibkan untuk melakukan perbaikan dalam sistem kebersihan serta harus mendapatkan Sertifikasi Laik Higiene Sanitasi (SLHS) sebelum dapat beroperasi kembali.
Jumlah siswa yang dilaporkan mengalami keracunan terus meningkat, mencapai 449 siswa dari beberapa sekolah di Kecamatan Cisarua per Rabu. Hal ini menunjukkan pentingnya tindakan cepat dalam menangani insiden keracunan di lingkungan sekolah.
Koordinator Posko SMPN 1 Cisarua, Aep Kunaefi, melaporkan bahwa meskipun sebagian besar siswa yang mengalami gejala sudah mendapatkan penanganan medis yang cepat, namun situasi ini tetap memerlukan perhatian serius dari semua pihak, termasuk orang tua dan pemerintah.