Malam yang kelam di Washington DC menandai akhir kisah legendaris Sultan Hamengkubuwono IX. Ketika Dorodjatun, nama aslinya, tiba-tiba jatuh sakit di Hotel Embassy Row, tidak ada yang menduga bahwa malam itu akan menjadi malam terakhirnya.
Perutnya yang menolak makanan menjadi sinyal bahwa sesuatu yang lebih serius sedang terjadi. Istrinya, Norma, segera berusaha membantu dengan menyelimutinya dan memanggil ambulans saat keadaan semakin mendesak.
Di rumah sakit, dokter-dokter berjuang melawan waktu, menjalankan berbagai prosedur untuk menyelamatkan nyawanya. Namun, semua upaya itu sia-sia dan satu jam kemudian, kabar buruk pun disampaikan: Sultan Hamengkubuwono IX telah meninggal dunia akibat serangan jantung mendadak.
Kabar duka ini menyebar dengan cepat, menciptakan gelombang kesedihan yang melanda seluruh Indonesia. Di Jakarta, tangis meledak ketika sekretaris pribadinya menerima telepon yang mengabarkan tentang kepergian Sultan.
“Meity Minami, sekretaris pribadi Sultan, langsung menjerit,” ungkap seorang penulis, menggambarkan suasana haru di rumah Sultan. Berita ini bukan hanya kehilangan sosok raja, tetapi juga seorang negarawan yang memiliki kontribusi besar terhadap bangsa.
Kepemimpinan dan Warisan Sultan Hamengkubuwono IX
Sultan Hamengkubuwono IX lebih dari sekadar pemimpin kerajaan; ia adalah simbol perjuangan Indonesia di awal masa kemerdekaan. Sebagai Wakil Presiden, ia memiliki peran vital dalam mempertahankan Republik saat menghadapi berbagai tantangan.
Kepemimpinannya yang bijaksana dan sederhana membuatnya sangat dicintai oleh rakyat. Banyak yang mengingatnya sebagai sosok yang selalu mendengarkan aspirasi masyarakat dan siap berjuang untuk kepentingan mereka.
Waktu kepemimpinannya juga mencakup berbagai inovasi dan perubahan. Ia berupaya mengintegrasikan nilai-nilai tradisi dengan modernitas, yang menciptakan jembatan antara generasi tua dan muda.
Selain politik, Sultan dikenal sebagai sosok yang dekat dengan masyarakat. Dia sering berkeliling di Yogyakarta untuk berinteraksi dengan rakyat, sehingga menciptakan ikatan emosional yang kuat antara dirinya dan warganya.
Warisan yang ditinggalkannya tidak hanya terlihat dalam pemerintahan tetapi juga dalam tradisi dan budaya Yogyakarta yang terus dihormati hingga kini. Salah satu prestasinya yang mencolok adalah menjadikan Yogyakarta sebagai pusat budaya dan ilmu pengetahuan di Indonesia.
Respon Dunia Internasional terhadap Kepergian Sultan
Kematian Sultan Hamengkubuwono IX tidak hanya mengguncang Indonesia tetapi juga menarik perhatian dunia internasional, khususnya Amerika Serikat. Di saat yang penuh duka itu, reaksi Gedung Putih terbilang mengejutkan bagi banyak orang.
Negara-negara bertetangga dan mitra strategis merasa kehilangan sosok yang memiliki pengaruh besar dalam politik Asia Tenggara. Usai menerima nota diplomatik dari Indonesia, AS merasa perlu untuk memberikan penghormatan yang layak.
Tetapi tidak hanya sekadar kata-kata, pemerintah Amerika juga memutuskan untuk menggelar Dukungan Misi Udara Khusus untuk membawa jenazah Sultan kembali ke Tanah Air. Langkah ini dipandang sebagai bentuk penghormatan yang sangat signifikan.
Surat resmi dari Gedung Putih mengungkapkan bahwa tindakan tersebut merupakan simbol niat baik Amerika terhadap Indonesia dan sebagai bentuk penghormatan kepada sosok yang memiliki jasa besar bagi bangsa. Reputasi Sultan sebagai negarawan yang dihormati membuat banyak orang di dunia luar menghargai kehampirannya.
Hasilnya, pesawat Air Force Two dioperasikan untuk mengangkut jenazahnya, lengkap dengan pengawalan jet tempur sebagai bentuk penghormatan terakhir. Ini menunjukkan bagaimana pentingnya peran Sultan dalam pandangan internasional.
Proses Pemakaman dan Penerimaan Publik
Setelah penerbangan dari Washington DC, jenazah Sultan tiba di Indonesia dalam suasana haru yang mendalam. Masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya berbondong-bondong untuk mengantar kepergiannya.
Pemakaman Sultan diadakan dengan upacara yang khidmat. Orang-orang mulai berdatangan untuk memberikan penghormatan terakhir, menggambarkan betapa besarnya rasa kehilangan yang dialami bangsa ini.
Ribuan rakyat tumpah ke jalan untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Sang Sultan. Suara tangisan dan doa pun menggema di sepanjang jalan, menandai betapa mendalamnya jejak yang ditinggalkannya di hati rakyat.
Pemakaman dilaksanakan pada 8 Oktober 1988, dan semua protokol dipatuhi untuk menghormati sosok yang selama hidupnya dikenal begitu sederhana, meski menjabat sebagai raja.
Setelah pemakaman, banyak masyarakat yang mengenang kebaikan dan kebijaksanaan Sultan. Dia akan selalu dikenang sebagai raja yang tidak hanya memimpin, tetapi juga mencintai rakyatnya dengan tulus.