Di tengah banyaknya berita tentang orang-orang yang ingin meninggalkan kewarganegaraan mereka, seorang legenda tinju dunia justru menimbulkan perhatian dengan pernyataannya. Muhammad Ali, petinju ikonik Amerika Serikat, menyatakan keinginan untuk menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) jika ia kalah dalam pertandingan tinju di Jakarta.
Pada tanggal 20 Oktober 1973, Ali dijadwalkan bertarung melawan Rudie Lubbers, petinju asal Belanda. Pertandingan ini dimaksudkan sebagai bentuk persahabatan dan pemanasan sebelum pergi ke ajang yang lebih besar, di mana keduanya sudah terkenal sebagai petinju papan atas di kancah tinju dunia.
Pernyataan Ali mengenai kemungkinan menjadi WNI mengejutkan banyak pihak, termasuk para penggemar tinju dan masyarakat Indonesia. Ali meyakini, jika ia kalah dari Lubbers, dia akan kembali ke Amerika dan mengajukan permohonan untuk menjadi WNI, membuat publik bertanya-tanya tentang kerelaan seorang juara dunia dalam konteks kewarganegaraan.
Pertarungan yang Menggugah Semangat dan Rasa Hormat
Dalam sebuah konferensi pers menjelang pertandingan, Ali menciptakan sensasi dengan ramalan yang mengundang gelak tawa. “Saya ramalkan kalau orang itu mengalahkan saya, maka saya akan pulang ke Amerika dan akan menjadi Warga Negara Indonesia,” ungkapnya dengan percaya diri. Namun, kepercayaan dirinya tampak mulai goyah saat ia menyadari ketangguhan lawannya.
Ali berupaya menarik kembali ucapannya dalam bentuk candaan, mencoba mengurangi tekanan menjelang pertandingan. “Tidak, tidak. Saya tarik kembali janji saya itu,” katanya, berusaha menciptakan suasana yang lebih ringan di antara mereka. Adu argumen yang penuh humor ini justru memperkuat citra Ali sebagai petinju yang tidak hanya kuat dalam ring, tetapi juga pandai bergaul di luar arena.
Sikap Lubbers, lawan yang lebih muda, menunjukkan apresiasi dan rasa hormat terhadap Ali. Ia mengungkapkan harapannya untuk terus maju dan beranggapan bahwa Ali adalah lawan yang bakal membawanya lebih jauh dalam kariernya. “Saya berharap dapat terus maju dan saya berharap Muhammad Ali akan menjadi juara dunia kembali,” ujarnya, yang menunjukkan keinginan untuk mengalahkan sang juara masa lalu.
Kehadiran Muhammad Ali di Indonesia dan Perannya dalam Sejarah Tinju
Setelah konferensi tersebut, Ali dan Lubbers diundang ke Balai Kota Jakarta oleh Gubernur Ali Sadikin. Tokoh ini dikenal sangat berperan dalam mempopulerkan tinju di Indonesia dan membawa nilai positif bagi olahraga tersebut di mata masyarakat. Kunjungan mereka menjadi momen bersejarah, menggugah semangat bagi para penggemar tinju di Tanah Air.
Gubernur Ali Sadikin menyebutkan bahwa Ali memiliki rencana untuk membangun rumah di Indonesia setelah pensiun. Impian tersebut menunjukkan kecintaannya terhadap Indonesia, meskipun banyak orang yang bertanya apa yang membuatnya tertarik pada negara ini. Hal ini kembali memunculkan spekulasi soal hubungan budaya yang bisa dibangun antara dua negara.
Menurut Ali Sadikin, alasan Ali menyukai Indonesia bisa jadi karena keramahan dan keterbukaan masyarakatnya. “Rakyatnya selalu senyum dan gembira,” katanya merangkum pengamatan yang menciptakan rasa dekat antara pemimpin dan legenda tinju dunia tersebut.
Keberhasilan Muhammad Ali dan Bobroknya Janji yang Terucap
Sejarah mencatat bahwa dalam pertandingan itu, Muhammad Ali membuktikan ketangguhannya. Setelah menjalani 12 ronde yang menegangkan, ia berhasil meraih poin tertinggi dan menjatuhkan Rudie Lubbers. Keberhasilan ini membuktikan statusnya sebagai juara dunia dan sekaligus menghapus semua peluang menjadi WNI yang diucapkannya semula.
Meskipun impian untuk memiliki rumah di Indonesia tidak pernah terwujud seiring dengan gantinya waktu, kunjungan Ali ke Indonesia menjadi bagian dari kehidupannya yang selalu dikenang. Ia kembali ke tanah air ini pada tahun 1990 dan 1996, mengukuhkan hubungan yang tersambung antara dirinya dan negara yang membuatnya banyak terkesan.
Muhammad Ali meninggal dunia pada 3 Juni 2016, namun jejaknya di dunia tinju dan pengaruhnya terhadap masyarakat tetap menancap kuat. Pengalaman dan kisahnya akan terus diingat, tidak hanya sebagai petinju yang hebat tetapi juga sebagai simbol persahabatan dan budaya yang terbuka.